Selasa, 08 Oktober 2013

BATUan


BATU KARST
Desertifikasi batuan karst (karst rock desertification) merupakan suatu proses yang mengubah bentang lahan karst bertutupan vegetasi dan tanah menjadi bentang lahan berbatuan tanpa vegetasi dan tanah sama sekali (Daoxian dan Guilin, 1997). Desertifikasi batuan karst ini adalah satu bentuk degradasi lingkungan yang terutama terjadi pada lahan karst. Proses desertifikasi batuan diakibatkan oleh pemanfaatan lahan karst yang berlebihan dan adanya erosi kuat yang mengikis tanah penutup batuan karst sehingga batuan dasarnya tersingkap ke permukaan secara luas (Shijie dkk, 2002; Huang dan Cai, 2007; Xiuqin, 2011).
Desertifikasi batuan merupakan suatu proses hasil interaksi antara kondisi geologi, geomorfologi, curah hujan, temperatur, vegetasi penutup, tanah dan aktifitas manusia (Yansui dkk, 2009; Ji dan Xie, 2011). Karakteristik batuan karbonat pada kawasan karst mendasari terjadinya proses desertifikasi batuan karst (Sunkar, 2008). Batuan karbonat yang mudah terlarutkan oleh air hujan membentuk morfologi eksokarst maupun endokarst berupa celah, rekah, dan lorong. Lapisan tanah pada kawasan karst yang tipis dapat tererosi bersamaan dengan aliran air hujan yang masuk ke dalam celah, rekah dan lorong tersebut.
Curah hujan memberikan pengaruh langsung terhadap kejadian erosi pada tanah penutup lahan karst. Xiong dkk (2009) menjelaskan adanya korelasi positif antara peningkatan curah hujan dan temperatur dengan desertifikasi batuan. Erosi tanah akan meningkat pada curah hujan dengan intensitas yang semakin tinggi. Kemampuan air hujan mengerosi tanah ini semakin kuat dengan semakin jarangnya vegetasi penutup tanah tersebut.
Temperatur memberikan pengaruh terhadap kelembaban tanah, dimana kelembaban tanah akan berkurang dengan semakin tingginya temperatur. Kenaikan temperatur juga akan meningkatkan evapotanspirasi pada vegetasi penutup lahan karst. Penurunan kelembaban tanah dan peningkatan evapotranspirasi akan mengarah pada kekeringan lahan karst. Peningkatan kekeringan hingga ambang batas tertentu dapat mengakibatkan kematian vegetasi penutup yang ada pada lahan karst.
Temperatur bersama-sama dengan hujan memberikan pengaruh terhadap kecepatan pelarutan batuan karbonat (Ford dan Williams, 2007; Xiong, 2009). Pada temperatur rendah, variasi curah hujan tidak banyak memberikan efek pada variasi tingkat pelarutan karst. Tingkat pelarutan batuan karbonat oleh curah hujan meningkat pada temperatur 16 hingga 20oC. Intensitas pelarutan pada batuan karst ini akan memperlebar celah dan rekah yang memungkinkan pengangkutan massa tanah yang semakin cepat.
Faktor manusia yang memberikan pengaruh pada terjadinya desertifikasi batuan lahan karst ini adalah tekanan pertumbuhan jumlah penduduk dan berbagai aktifitas eksploitasi terhadap lahan karst yang melebihi kemampuan dan daya dukung karst tersebut (Sijhie dkk, 2002; Ford dan Williams, 2007; Huang dkk, 2012). Yang dkk (2009) melaporkan bahwa faktor antropogenik seperti aktivitas manusia dan penggunaan lahan menjadi faktor pemicu yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lain dalam proses desertifikasi batuan karst.
Aktifitas manusia seperti penambangan, penebangan hutan, dan pertanian pada lahan karst dapat percepatan proses desertifikasi lahan karst. Penambangan di wilayah karst ini biasanya mengambil batu gamping hingga mencapai lapisan zona vadose. Penggalian batu gamping seperti pada bukit-bukit karst akan menghilangkan zona epikart yang sangat penting sebagai lapisan penangkap air. Hilangnya zona epikart ini tentu saja akan mematikan imbuhan air ke dalam lorong-lorong konduit atau sungai-sungai bawah tanah. Air tidak dapat terresapkan ke dalam jaringan sungai bawah tanah tersebut. Air akan melimpas di permukaan dan dapat membentuk air larian dengan volume yang besar dan banjir. Akibatnya tentu adalah matinya sungai-sungai bawah tanah, matinya mata air di kawasan karst, peningkatan erosi pada tanah penutup, serta potensi bencana banjir pada saat hujan. Penelitian yang dilakukan oleh Risyanto dkk (2001) menyebutkan dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan dolomit meliputi perubahan relief, ketidakstabilan lereng, kerusakan tanah, terjadinya perubahan tata air permukaan dan bawah permukaan, hilangnya vegetasi penutup, perubahan flora dan fauna, meningkatnya kadar debu dan kebisingan.
Penebangan hutan (deforestasi) pada wilayah karst telah terbukti menjadi penyebab awal terjadinya desertifikasi batuan seperti dilaporkan oleh Sunkar (2008) di karst Gunungsewu, Yansui dkk (2008) di wilayah otonomi Guangxi Zhuang, Xiong dkk (2009) di wilayah Yongshun County dan Li dkk (2009) di area karst Zhudong. Penebangan hutan ataupun pengubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan lain-lain, mengubah kerapatan tutupan vegetasi pada lahan karst. Air hujan akan dengan mudah mencapai permukaan tanah karena hilangnya vegetasi penutup. Ketika vegetasi penutup tanah pada lahan karst telah hilang, maka proses kehilangan tanah akan tidak terhindarkan (White, 1988). Peran penting vegetasi penutup pada lahan karst seperti disebutkan oleh Xiong dkk (2009) yaitu: 1. sebagai penangkap air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah, 2. mencegah butiran air hujan langsung mengenai permukaan tanah sehingga mengurangi erosi percik (splash erosion) yang ditimbulkan oleh air hujan tersebut. Tingginya kemampuan sistem pengatus pada karst meloloskan butiran tanah ketika terjadi aliran air melalui celah dan rekah yang ada serta kondisi solum tanah yang tipis mengakibatkan erosi kuat pada lapisan tanah penutup batuan karst saat terjadi hujan (White, 1988; Ford dan Williams, 2007).
Pertanian yang dilaksanakan masyarakat pada lahan karst biasanya dilakukan pada lembah-lembah karst atau pada lereng-lereng bukit karst dengan membuat teras. Proses penggemburan tanah selama masa pertanaman akan meningkatkan kemampuan pengangkutan butir tanah oleh air hujan melalui berbagai rekah dan celah yang ada (Yang dkk, 2011). Massa tanah akan tererosi  masuk ke dalam akuifer karst melalui imbuhan-imbuhan autogenik, pori makro batuan karst dan jalur-jalur masuk pada doline (Coxon, 2011). Akibat erosi tersebut ketebalan solum pada permukaan karst terus menipis.
Proses desertifikasi batuan pada lahan karst akan memberikan dampak hilangnya vegetasi dan tanah penutup, serta tersingkapnya batuan dasar ke permukaan. Pada kondisi tersebut, produktifitas lahan akan menurun bahkan hilang sama sekali (Zhang dkk, 2011). Dampak selanjutnya adalah terjadinya penurunan taraf hidup masyarakat wilayah karst tersebut. Desertifikasi batuan pada lahan karst juga memberikan pengaruh terhadap kondisi dan kualitas air bawah tanah. Deng dan Jiang (2011) melaporkan bahwa dampak desertifikasi batuan mengakibatkan aliran yang kecil dan tidak tetap pada mata air epikarst, sensitivitas yang tinggi terhadap curah hujan pada mata air epikarst, serta kondisi air menjadi kotor.

1 komentar:

  1. Sebaiknya penulis blog ini mencantumkan alamat sumber yang diacu, dan tidak melakukan copy paste begitu saja. Hal ini untuk menghindari tindak plagiasi yang dapat merugikan beberapa pihak. Terimakasih.
    http://karstgunungsewu.blogspot.com , http://geo.fis.unesa.ac.id

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.